topmetro.news – Fenomena Matahari yang tidak biasa hampir selalu dikaitkan dengan kiamat. Seperti yang baru terjadi hingga viral di media sosial, matahari memutih. Benarkah pertanda kiamat?
Kutipan dari Harianjogja.com, anggapan itu mengacu pada salah satu ramalan Sabdo Palon Noyo Genggong. Ia menyebutkan bahwa salah satu tanda akan terjadinya sebuah pralaya atau pergantian dari zaman lama ke zaman baru adalah terjadinya Surya Pethak.
Peneliti Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) LAPAN, Andi Pangerang, dalam tulisannya di laman resmi Pussain menjelaskan secara harfiah. Bahwa Matahari tampak memutih, dapat bermakna sebagai alam sunya ruri atau siang hari yang temaram seperti malam hari.
Siang hari yang dimaksud di sini adalah dihitung sejak Matahari terbit hingga Matahari terbenam. Sinar Matahari yang biasa kemerahan ketika terbit dan terbenam akan memutih. Sedangkan ketika Matahari meninggi, sinar Matahari tidak begitu terik karena terhalang oleh semacam kabut awan.
“Kejadian ini dapat berlangsung selama tujuh hingga empat puluh hari paling lama,” tulisnya.
Jika terkait dengan fenomena Surya Pethak, yakni Matahari yang merona putih selama siang hari sejak terbit hingga terbenamnya, ada kemungkinan kabut awan yang dapat menghalangi sinar Matahari melalui atmosfer Bumi dapat timbul oleh letusan gunung berapi maupun perubahan sirkulasi air laut yang dapat meningkatkan penguapan uap air. Sangat kecil kemungkinan kabut awan yang menyelimuti permukaan Bumi timbul oleh penurunan aktifitas Matahari berkepanjangan, seperti yang pernah terjadi pada tahun 1645 hingga 1715.
Fenomena tersebut disebut juga sebagai Maunder Minimum, dinamai dari nama seorang astronom Matahari, Edward Walter Maunder dan istrinya Annie Russell Maunder. Fenomena ini berlangsung ketika ‘Zaman Es Kecil’ atau rendahnya suhu rata-rata bagi kawasan Eropa dalam waktu yang cukup lama. Antara tahun 1550 hingga 1850.
Meskipun demikian, tidak cukup bukti bahwa Maunder Minimum ini dapat menyebabkan Zaman Es Kecil. Terlebih lagi, awal Zaman Es Kecil lebih awal seratus tahun daripada Maunder Minimum. Ia memaparkan ada alasan mengapa matahari dan langit tampak kemerahan ketika terbit dan terbenam. Dan kenapa berwarna putih dan langit berwarna biru.
Radiasi Matahari
Sinar Matahari yang kita lihat termasuk ke dalam radiasi elektromagnetik. Terlihat sebagai cahaya yang tampak terlihat putih. Tetapi terdiri dari spektrum warna yang memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda. Yang mana ungu memiliki panjang gelombang terpendek dan merah memiliki gelombang terpanjang.
BACA JUGA | Ilmuwan Ungkap yang Terjadi Jika Bumi Berhenti Berputar
Spektrum warna yang berbeda itu bisa kita amati melalui prisma atau ketika pelangi muncul di langit. Sinar Matahari yang datang sebelumnya terlebih dahulu melewati atmosfer Bumi. Karena atmosfer bumi sebagian besar tersusun dari molekul gas, dengan kadar oksigen (O2) sekitar 21% dan nitrogen (N2) sekitar 78%.
Selain itu, molekul air (H2O) dalam bentuk droplet (tetesan air), kristal es dan uap air, serta partikel seperti debu, polutan dan abu, terdapat juga di atmosfer. Yang mana molekul lebih besar kerapatannya lebih dekat ke Bumi. Kemudian kerapatan tersebut berkurang seiring dengan meningkatnya ketinggian dari permukaan Bumi.
sumber | okezone.com